Ditengah situasi
ekonomi politik bangsa ini yang terus
dideru gelombang Neoliberalisme dan semakin dilucutinya kedaulatan
rakyat atas pengambilan keputusan kebijakan ekonomi politik di Indonesia.
Sehingga menyebabkan munculnya berbagai konflik dan gerakan oposisi terhadap
kebijakan-kebijakan tersebut yang berorientasi pada modal diantaranya program
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan
Materplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Tak ketinggalan Pula peran Militer yaitu TNI dan Aparat Kepolisian sebagai alat
Legitimasi Negara untuk mengamankan Arus Modal serta mengawal kondusifitas dari
perlawanan-perlawanan Rakyat dan tak segan melakukan tindakan brutal sebagai
jalan terakhir demi keamanan semu.
Setelah terpilihnya Jokowi sebagai Presiden Republik
Indonesia yang tertunya melajutkan program kebijakan Neolib yang telah
disebutkan diatas dari Rezim Sebelumnya/SBY juga akan menaikan Harga Bahan
Bakar Minyak yang dianggab telah melanggar UUD kita “BBM tidak boleh di
tentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai
dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi
sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya" mengapa ? karena BBM termasuk
dalam "barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak". Namun ternyata selama ini sesuai dengan UU nomor 22 tahun 2001.
Pasal 28 ayat 2 “harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme
persaingan usaha yang sehat dan wajar” meyebabkan rakyat Indonesia harus
membayar minyak yang dihasilkan dari Alamnya sendiri dengan harga yang di
tentukan oleh perusahaan NYMEX di New York. Sungguh Ironis !
Rencana kenaikan BBM juga Menuai banyak protes dari
masyarakat, dan paling membara terjadi di Kota Makassar. Hampir setiap Hari
Makassar di media cetak dan elektronik memberitakan adanya Aksi protes terhadap
rencana kenaikan Bahan Bakar Minyak dan tak jarang terjadi cheos antara
mahasiswa dengan pihak kepolisian.
Seperti halnya Kemarin pada hari kamis, tanggal 13 November
2014 di Makassar adalah aksi kesekian kalinya penolakan terhadap kibijakan
Jokowi/JK tentang rencana kenaikan harga BBM oleh mahasiswa Universitas Negeri
Makassar. Adanya pembubaran paksa terhadap massa aksi mengawali terjadinya
bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian kemudian berakhir dengan
tindakan brutal aparat kepolisian memukul mundur mahasiswa sampai kedalam
kampus. Lebih parahnya lagi aparat kepolisian memporak porandakan fasilitas
kampus dan menembakkan Gas Air mata kearah mahasiswa yang sedang dalam proses
perkuliahan juga pemukulan terhadap dua orang wartawan dan 20 mahasiswa
luka-luka yang menjadi tahanan saat ini.
Situasi diatas sesuai dengan pernyataan Kapolri Jenderal Pol
Sutarman bahwa “Polri siap pasang badan jika program-program yang akan
dijalankan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla diprotes oleh rakyat” dia juga
mengatakan “Kalau ada aksi protes, kami yang akan menghadapi masyarakat”. Ini
adalah bentuk pernyataan subversive yang membungkam demokrasi dan setia
melindungi arus modal demi kondusifitas jalannya program Neolib yang semakin
mengakar kuat di Indonesia.
Maka dari itu Perlu di pahami bahwa Isu kekerasan saja tidak
akan pernah memberi garis Demarkasi (batas pemisah) yang jelas antara
Demonstran dan aparat kepolisian. Masyarakat bisa bingung, karena mahasiswa dan
polisi ternyata sama-sama brutal. Seharusnya kita menghindari kebingungan-kebingungan
itu, dengan meluruskan pada isu pokok soal rencana kenaikan BBM dan kebijakan-kebijakan
neolib di Indonesia. Karena dalam batas-batas tertentu, kekerasan bisa
digunakan dalam gerakan. Apalagi di
tengah opotunisme media-media, sebab ini adalah soal pro dan Kontra Neolib !
Sebagai gerakan intelektual mahasiswa di Makassar pada
khususnya, harusnya mampu mengartikulasi obyektifitas setiap konflik yang di
hadapi masyarakat, bukan semata hanya terperangkap tindak tanduk Heroisme yang
mandul akan propaganda terhadap situasi kondisi obyektif yang terjadi.
Mahasiswa seharusnya mampu mengkonsolidasikan ritme gerakan yang mencuat saat
ini bersama dengan Elemen rakyat lainnya, utamanya gerakan buruh yang mulai
teruji gerakannya secara rapih dan massif dibanding gerakan mahasiswa yang
masih terperangkap pada romantic sejarah dan terkesan masih teguh pada sentemen
ideologis yang mendasari gerakan mahasiswa masih cenderung terkotak-kotakkan.
Tidak satu tindakan, tidak satu perspektif dalam mengawal dan melawan Kebijakan
Neolib !
Apabila Usul Ditolak Tanpa
Ditimbang, Suara Dibungkang Kritik Ditolak Tanpa Alasan, Dituduh Subversive Dan
Mengganggu Keamanan. Maka Hanya Ada Satu Kata LAWAN!!! _Wiji Thukul 1986_
Belajar,
Berorganisasi, Revolusi
Ditulis Oleh : Syaharuddin Zaruk (Anggota FMD-SGMK)

Posting Komentar